PROGRAM STUDI ILMU HUKUM (FAKULTAS HUKUM)
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
Media sosial merupakan sarana untuk berkomunikasi
satu sama lain dan berlangsung secara online sehingga setiap orang dapat saling
berkomunikasi tanpa batas ruang dan waktu. Namun, ada penyimpangan dalam
penggunaan media sosial. Arti dari ungkapan ini adalah apa yang ditulis oleh
jari kita di jejaring sosial dapat merugikan kita dan orang lain. Penyampaian
pendapat tersebut harus dilihat sebagai upaya mengkritisi ketertiban umum dan
bukan lagi sebagai pencemaran nama baik. Penggunaan pasal yang memfitnah
dibenarkan sepanjang itu menghormati martabat manusia, tetapi tidak boleh
digunakan hanya untuk membungkam kritik. Tentu saja, mereka yang terkena dampak
tidak boleh mengabaikan hal ini. Setiap orang harus tahu bagaimana menghargai
dan menghormati harga diri mereka. Dalam hidup ini, semua perbuatan kita ada akibatnya,
jika kita tidak menginginkan akibat buruk, lebih baik hindari perbuatan buruk
tersebut.
Sebagian besar negara di dunia mengkriminalkan
pencemaran nama baik karena mengarah pada pembunuhan berkarakter. Berdasarkan
studi yang diterbitkan dalam Artikel 19 Global Campaign for Free Expression,
dari 168 negara yang disurvei, 158 negara mengatur pencemaran nama baik dalam
hukum pidana dan 10 negara dalam hukum perdata. Data Bareskrim Polri
menunjukkan, dalam tiga tahun terakhir, kasus pencemaran nama baik paling
banyak ditangani oleh Polri dan meningkat setiap tahunnya. Selain itu, Jaringan
Kebebasan Berekspresi Asia Tenggara percaya bahwa pejabat pemerintah, termasuk
kepala daerah, kepala lembaga/departemen, menteri dan aparat keamanan, berada
pada level tertinggi saat melaporkan kasus di Indonesia..
Penggunaan
pasal-pasal yang menghasut menimbulkan opini publik yang bertentangan dengan
semangat reformasi yang melindungi kebebasan berpendapat dan berpendapat. Di
sisi lain, kami percaya bahwa masyarakat harus saling menghormati dan hal-hal
yang dianggap merugikan harus ditangani. Pencemaran nama baik biasanya
diartikan sebagai upaya untuk memberikan stigma negatif kepada pihak lain
berdasarkan fakta-fakta palsu yang dapat merusak kehormatan, kepercayaan diri
dan nama baik seseorang. Fitnah bisa berupa lisan, bisa berupa huruf dan
gambar.
Sebelum adanya media
sosial pengaturan tentang pencemaran nama baik diatur dalam ketentuan-ketentuan
pasal-pasal KUHP sebagai berikut :
1.
Pasal 310 KUH Pidana, yang berbunyi :
(1) Barangsiapa sengaja merusak kehormatan atau nama baik seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan sesuatu perbuatan
dengan maksud yang nyata akan tersiarnya tuduhan itu, dihukum karena menista,
dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan bulan atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 4.500,-“. (2) Kalau hal ini dilakukan dengan
tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan pada umum atau ditempelkan,
maka yang berbuat itu dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman
penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.
4.500,-.
2.
Pasal 315 KUHP, yang berbunyi “Tiap-tiap penghinaan
dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran tertulis yang
dilakukan terhadap seseorang, baik di muka umum dengan lisan atau tulisan,
maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau dengan surat
yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena penghinaan ringan
dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda
paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”
Dengan adanya internet maka diatur dalam
ketentuan Undang-undang ITE, yaitu : Pasal 27 ayat (3) UU ITE, yang berbunyi :
“Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau
dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”,
Pasal 45 UU ITE, yang berbunyi : (1) Setiap Orang yang memenuhi unsur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Tindak
pidana penghinaan khusus dalam Pasal 27 ayat (3) jika dirinci terdapat unsur
berikut. Unsur objektif : (1) Perbuatan: a. mendistribusikan; b.
mentransmisikan; c. membuat dapat diaksesnya. (2) Melawan hukum: tanpa hak;
serta (3) Objeknya: a. Informasi elektronik dan/atau; b. dokumen elektronik
yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Di Indonesia, intensitas penggunaan pasal
pencemaran nama baik ini cukup tinggi dalam penerapan baik pasal UU Pidana
maupun ketentuan UU ITE. Upaya perbaikan isi atau bagian pasal yang mencemarkan
nama baik masih diminta oleh beberapa pihak. Bahkan peninjauan terbatas pasal
pencemaran nama baik UU ITE saat ini sedang berlangsung. Adapun dugaan tindak
pidana itu sendiri, berdasarkan ketentuan Pasal 7 KUHP hanya dapat dilaporkan
kepada penyidik dalam waktu 6 (enam) bulan setelah kejadian. Artinya, setelah
6 (enam) bulan, kasus pencemaran nama baik tidak dapat lagi diselidiki baik
secara langsung maupun melalui media social atau internet.
Dengan demikian, komunikator memiliki kesempatan
untuk bersaksi secara lisan atau tertulis bahwa niatnya benar. Jika komunikasi
tidak membuktikan kebenarannya, itu disebut fitnah atau fitnah. Menurut redaksi
pasal sebelumnya, dapat dikatakan bahwa pencemaran nama baik diancam dengan
Pasal 310(1) KUHP jika perbuatan itu harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
perbuatan itu mengandung tuduhan, pencemaran nama baik. seolah-olah fitnah
telah melakukan kejahatan dengan beberapa tindakan yang dimaksudkan untuk
menyampaikan tuduhan agar banyak orang mengetahuinya
Kesimpulan dari penulisan ini adalah kita
menghargai orang lain sebagaimana kita ingin dihormati. Dalam hidup kita harus
bisa memanusiakan manusia. Setiap perbuatan menyimpang mengandung resiko berupa
sanksi hukum dan sosial yang harus ditanggung oleh setiap pelaku kejahatan.
0 Komentar