Dalam kasus ini kami berupaya berdiskusi dengan sahabat kami yaitu Ustadz Wasilurrahman Al Hafidz

Mohon Sumbangsih Pemikirannya Mengenai Ini dan Mohon Tegurannya Jika Ada

Hal Yang melenceng Menurut Pemahaman Pembaca


Problem ini diawali oleh keluh kesahku di kemaren hari kepada Saudaraku Dinda Alma, keluh kesah mengenai keletihanku dalam berpuasa, Kalimat-kalimat semangat ia ucapkan guna menyemangatiku untuk terus melanjutkan puasa, katanya eman-eman kak, tinggal tiga setengah jam lagi waktu buka puasa.

setelah beberapa obrolan tertuntaskan, aku pamit padanya untuk mandi, guna sedikit menghilangkan rasa letihku, sebelum aku mandi aku bertanya padanya mengenai hukum mandi keramas saat berpuasa, apakah yang sedemikian itu diperbolehkan atau tidak..? dia tak langsung menjawab, dan beberapa menit kemudian, ia mengirimkan chat kepadaku, yang chat itu adalah jawaban dari pertanyaanku mengenai kebolehan mandi keramas.

" Kalo kata mbak-mbak pondok, lek siang hari gini mandi keramas itu hukumnya makruh kak, tapi aku cuma dikasih tahu gtu, gak tau rujukan kitabnya hehehe Afwan ustadz wkwkwk"

begitulah kurang lebih chatnya padaku, kadang aku risih juga dipanggil Ustadz gini, ya walaupun aku tahu itu hanya Guyon sahaja, But ya sudahlah, toh aku tak pernah minta dan tak pernah menyuruh, aku layani saja bagaimana teman-teman karibku memanggilku.

 I Just Want To Be The Way I am, So Its Up To You 😁 I Will Recieve It

Ok, Kita kembali ke pembahasan.

Mari berakademisi dan mari merasionalkan apa yang bisa dirasionalkan dan meyakini apa yang belum bisa kita rasionalkan.

mengenai hukum dari pada Mandi keramas di saat bulan buasa adalah sebagaimana berikut. ada beberapa kata kunci yang harus kita pahami terlebih dahulu, Yaitu  :

Mandi Syara` (Mandi yang diwajibkan Syari`at seperti Junub dll)

Mandi Masnun (Mandi yang hanya sebatas kesunnahan atau suka-suka)

Berlebihan dalam mandi.

Masuknya air kepada anggota dalam tubuh semisal telinga dll.

kesimpulannya adalah seperti ini :

1. Jika mandinya adalah mandi Syara`, yakni mandi yang diwajibkan syariaat, maka hukum mandinya tidak apa-apa dan diperbolehkan, asalkan dalam mandinya tersebut ia tidak berlenih-lebihan, misal sampai menyelam kedalam air dan semacamnya. adapun jika ia sudah tidak berlebih-lebihan, mandi sebagaimana mestinya, siraman air dari atas ia gunakan dan tidak menyelam, maka jika ada air yang masuk tanpa sengaja itu tetap tidak membatalkan, karena masuknya air tersebut tidak disengaja dan sudah berupaya untuk tidak berlebih lebihan.

2. Jika mandinya adalah mandi masnun (Mandi yang disunnahkan) maka puasanya orang yang mandi ini menjadi batal, dikarenakan ada masuknya air kepada anggota tubuh semisal telinga dll, walaupun mandinya ini sudah tidak berlebih-lebihan, tetap saja puasanya akan menjadi batal dikarenakan adanya masuknya air. adapun jika tidak ada air yang masuk kedalam anggota tubuhnya, maka puasanya tidak batal. 

intinya adalah, puasanya seseorang bisa batal dikarenakan masuknya Mufthir (sesuatu  yang bisa membatalkan), misal seperti air yang digunakan saat mandi. 

Lantas bagaimana ukuran tidak masuknya air kedalam anggota tubuh....? ukurannya adalah secara uruf dan dengan keyakinan kita.

 اليقين لا يزال بالشك 

"Keyakinan tidak bisa dihilangkan dengan keragu-raguan"

Refrensi dari Kitab I`anatuth Thalibin

وخرج بقولي عن نحو جنابة: الغسل المسنون، وغسل التبرد، فيفطر بسبق ماء فيه، ولو بلا انغماس.
[البكري الدمياطي، إعانة الطالبين على حل ألفاظ فتح المعين، ٢٦٤/٢]

ولا يفطر بسبق ماء جوف مغتسل عن نحو جنابة كحيض ونفاس إذا كان الاغتسال بلا انغماس في الماء فلو غسل أذنيه في الجنابة فسبق الماء من إحداهما لجوفه: لم يفطر وإن أمكنه إمالة رأسه أو الغسل قبل الفجر.
[زين الدين المعبري، فتح المعين بشرح قرة العين بمهمات الدين، صفحة ٢٦٨]

Nb : Jika mandinya adalah mandi masnun, entah masuknya air itu disengaja ataupun tidak disengaja, maka status dari puasanya adalah batal secara Mutlak, adapun jika mandinya adalah mandi yang diwajibkan syara`, maka jika ada air yang masuk kedalam tubuh yang tanpa disengaja dan mandinya sudah tidak berlebih-lebihan, maka puasanya tidak batal, dan hal ini berlaku pada kebalikannya.


   

Wallahu A`lam Bis showab


Malang, 05 Maret 2022

Autor FKMSB Malang